"Jok, langitnya bagus ya," ujar Asep kemudian, memecah angin laut. "Ho-oh," jawab Joko pendek. "Langitnya biru banget, dihiasi oleh awan-awan yang putih bersih," lanjut Asep. "Sudah sebulan ini sih aku perhatiin," kata Joko menyambung, "kayaknya efek dari Corona ya?" Asep mengangguk. "Efek yang baik dari penyakit yang bikin banyak orang ketakutan."
Ya. Covid-19 telah menjadi wabah pandemi di muka Bumi ini, meski bukan yang pertama kali terjadi. Hanya saja yang berbeda, tiba-tiba saja Bumi menjadi sepi. Orang-orang menjadi khawatir dan takut untuk keluar rumah. Bagi alam, tentu saja bernilai positif. Bumi berbenah menjadi lebih baik lagi. Suara burung dan tonggeret makin terdengar jelas.
"Iya, Jok. Pastinya eta mah," sahut Asep. "Sampah rumah tangga malah ada yang baru, yaitu plastik pembungkus paket." Keduanya lalu hening. Angin laut berhembus dengan perlahan menuju kencang. Naik-turun-naik-turun kecepatannya. Mengibarkan rambut, menerbangkan pasir, dan menggemeresikkan sampah plastik. Begitulah.
Polemik Sampah Plastik Sekali Pakai
Plastik sekali pakai, masih menjadi musuh kaum urban nomor satu. Kenapa? Itu karena gaya hidup mereka yang katanya tidak ingin merusak Bumi dengan limbah plastik. Bisa dimaklumin. Sosok itu pun sampai sekarang juga begitu menjaga dengan penggunaan plastik untuk sehari-hari. Kalau memang bisa, ya minimal membawa kantong belanja atau tumbler sendiri.
Namun dengan adanya wabah pandemi saat ini, wadah-wadah yang dipakai berulang kali oleh banyak orang juga menimbulkan rasa was-was. Covid-19 mudah menyebar begitu cepat lewat media apapun. Virus ini bisa menyebar lewat droplets dan bisa tertinggal di permukaan objek yang ada di sekitar kita (Baca WHO Internasional).
Plastik masih dipakai di pasar-pasar tradisional dan sifatnya begitu multifungsi karena mudah dipakai dan higienis. Plastik ini juga ternyata cocok dipakai pada masa pandemi seperti sekarang. Tidak heran kalau beberapa negara bagian di Amerika sudah mulai menunda pelarangan plastik sekali pakai untuk mengerem laju pandemi.
Joko pun menceritakan apa yang pernah dibacanya, "Maine menunda sampai tahun depan, sementara New Hampshire mengeluarkan peraturan agar semua gerai ritel kembali menggunakan plastik sekali pakai untuk mencegah penyebaran virus." Asep menoleh, "Kitu nyak?" Joko mengangguk. "Nah, karena itulah diperlukan pengelolaan sampah yang baik."
"Sampah plastik harus dikelola tidak hanya oleh masyarakat, tetapi juga oleh seluruh pemangku kepentingan seperti industri dan pemerintah," jelas Joko. "Misalnya saja apa yang sudah dilakukan oleh Balitbang PUPR dengan membuat aspal dari sampah plastik. Kan keren tuh." Asep mengangguk, "Leres tah. Kata kuncinya Replace, Reuse, dan Recycle. Kalau begitu, jadinya kan tidak sekali pakai, karena bisa dipakai lagi."
Proses Daur Ulang Sampah Plastik
Begitu pula dari bahan bakunya. Plastik yang beredar saat ini juga telah mengalami transformasi total. Produk plastik sudah banyak yang mengandung komponen daur ulang. Plastik yang telah digunakan diolah kembali menjadi barang baru dan tidak berakhir menjadi sampah. Termasuk botol plastik air mineral juga sudah ada yang terbuat seratus persen dari bahan daur ulang.
"Sep, tahu gak kalau keberadaan para pemulung itu sebenarnya membantu mengurangi sampah?" Joko berdiri. "Memang sih ada yang berdikari tetapi tidak sedikit pemulung yang berada di bawah Ikatan Pemulung Indonesia. Mereka memasok sampah plastik ke ratusan unit usaha daur ulang di Indonesia yang masih berupa unit usaha kecil dan menengah."
Asep yang dari tadi asyik berbaring, kemudian duduk. Membiarkan rambutnya tersibak oleh angin laut, lalu melompat dari hammock. "Urang ngarti, Jok. Di satu sisi plastik menguntungkan, di sisi lain plastik katanya merugikan. Kudu aya jalan tengahnya, apalagi pada masa pandemi seperti saat ini. Ya, semoga saja makin banyak plastik yang bisa didaur ulang. Jadi plastik tidak berakhir jadi sampah tapi justru jadi sumber ekonomi baru."
Prioritas utama saat ini adalah menjaga kesehatan dan kehigienisan. Hampir semua alat medis seperti Alat Pelindung Diri (APD) dan masker itu bersifat sekali pakai karena fungsinya yang dapat melindungi diri dari penyebaran virus. Meski kemudian ... akan menjadi sampah. Sudah barang tentu sampah-sampah itu harus dipilah, dikumpulkan, dan dikelola.
Jangan menjadi sampah yang menggunung dan kemudian merugikan manusia. Peran industri memang penting, tetapi kunci pertamanya adalah pada masyarakat. Masyarakat berperan untuk memastikan sampah plastik dipilah, sebelum masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Setelah itu, peran pemerintah/swasta untuk membawanya ke tempat daur ulang.[]
6 Comments
Emang lucu sih, dinegara lain menunda pelarangan plastik sekali pakai terkait pandemi ini, di Jakarta malah ada pergub melarang plastik sekali pakai, padahal masalah lingkngan bisa diselesaikan dengan memilah dan mengelola sampah tersebut dengan baik
ReplyDeleteNah itu. Selama masa pandemi ini ada baiknya pergub itu ditangguhkan
DeleteMamsih sedikit sekali ya sampah plastik yg didaur ulang, padahal harusnya bisa lebih banyak lagi jika bisa dimulai dari masyarakat untuk memilah sampah sehingga mudah untuk dikelola dan di daur ulang
ReplyDeletesekali lagi ... butuh kerjasama dengan masyarakat. siapa? ya kita semua ^_^
DeleteKepikiran juga, APD itu setelah dipakai gimana proses selanjutnya
ReplyDeleteNah, ini yang perlu ditanyakan dan harusnya diberitakan
Delete