Ya benar, sosok itu memang penyintas Covid-19 yang OTG (Orang Tanpa Gejala). Oleh karena itu dia pun sudah menjalani isolasi mandiri di rumah selama 15 hari. Sang belahan jiwa juga penyintas Covid-19 dan bahkan harus dirawat inap selama 7 hari. Mohon maaf kalau dia tidak memberi kabar tentang hal ini dan media sosialnya tetap berjalan seperti biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Namun bismillah ... sekarang di blog ini, dia akan bercerita banyak.
Kronologis Tertular Covid-19
Jujur saja, dengan kondisi seperti sekarang sulit sekali untuk mengetahui pasti kapan dan di mana sosok itu tertular virus yang lagi ngehits ini. Kondisi yang dimaksud adalah dengan banyaknya orang yang keluyuran di mana-mana dan masih saja ada yang sengaja atau mungkin alpa menerapkan 3M. Okelah mencuci tangan sulit dilacak, tetapi menjaga jarak dan terutama memakai masker mudah sekali mengidentifikasinya.
Tidak menyalahkan orang lain, hanya saja ini berdasarkan keseharian sosok itu dan apalagi sang belahan jiwa adalah seorang nakes (tenaga kesehatan) yang begitu menjaga dengan baik protokol kesehatan ini. Kesehariannya kalau dinas di rumah sakit adalah memakai APD yang lengkap saat berhadapan dengan pasien yang dicurigai bergejala atau positif covid. Pekerjaannya memang bertemu dengan pasien langsung yang ingin di-rontgen.
Beliau itu orang yang bawel. Kalau sosok itu baru dari luar rumah atau luar kota, beliau pasti langsung memuntahkan kata-kata lembut namun tegas untuk segera melepas baju, menyimpannya di mesin cuci (rendam semalaman dengan deterjen), mandi, dan segera bersalin. Begitupun dengan sang belahan jiwa, pulang kerja dari rumah sakit langsung menyimpan baju di mesin cuci dan mandi. Begitu terus setiap hari sampai sekarang. Kecuali jaket motor dan sepatu, paling hanya dijemur di luar.
Namun, meski sudah sebegitu ketat menjalankan protokol kesehatan, ternyata ada momen yang membuat sang virus berhasil membobol pertahanan mereka berdua. Momen itu adalah ketika keduanya pergi ke luar kota, tepatnya ke Bogor, Jakarta, Madiun, Semarang, dan Bandung. Tepatnya di mana dan kapan, wallahu'alam. Yang pasti, keduanya sudah membawa virus Covid-19 saat tiba kembali di Bandung.
Tiga hari setelah di Bandung, malam hari, sang belahan jiwa menggigil tanpa sebab. Begitupula dengan sosok itu di Bogor, tanpa demam. Hanya saja karena di Bogor sedang angin kencang, perasaan itu tidak dianggap. Dia hanya menenggak herbal cair penolak angin dan langsung tidur dengan memakai selimut. Keesokan harinya sudah mendingan dan segar kembali. "Kecapekan," pikirnya. Apalagi dua hari berturut-turut dia bersepeda hingga 60K.
Sosok itu beraktivitas seperti biasa, tidak ada gejala sama sekali. Kalaupun batuk ehm, flu sesaat di pagi hari, atau sedikit sesak di malam hari sudah menjadi hal biasa karena dirinya memang pengidap asma bronchitis sejak lahir. Semua gejala itu pun sudah makin berkurang seiring dirinya rutin berolahraga. Tiap pagi, kalau gak lari, pasti diisi dengan bersepeda. Pokoknya tiap pagi berkeringat meski hanya sekadar sit-up/push-up/nge-plank.
Sementara sang belahan jiwa, kondisi tubuhnya makin menurun. Alasannya banyak pasien dan kurang tidur. Puncaknya adalah seminggu setelah kedatangan di Bandung. Beliau merasa sesak dan makin tidak enak badan. Tulang-tulang terasa nyeri di beberapa bagian. Akhirnya di sela-sela dinas sore, ia pun memeriksakan dirinya ke IGD dan sekaligus menjalankan rapid test. Hasil rapidnya adalah non-reaktif, tetapi foto rontgennya menunjukkan tanda pneumonia di dada kiri.
Keesokan harinya beliau menjalankan swab mandiri. Untungnya biaya dibantu pihak rumah sakit sebesar 75%. Sebenarnya sejak tiba di Bandung, sang belahan jiwa sudah menjalankan isolasi mandiri. Aktivitasnya hanya rumah dan rumah sakit saja. Kalau terpaksa beli makanan di luar, ya hanya beli pedagang yang lewat atau grabfood/gofood. Begitu pula dengan sosok itu selama di Bogor. Kost, kantor, dan olahraga mandiri. Setiap hari, mereka berdua saling menelepon untuk menanyakan kabar.
Sang belahan jiwa mengeluh terus. Sesaknya makin hebat. Kalau berbicara gak bisa berpanjang-panjang. Bawaannya haus terus, sehingga harus minum banyak. Benar-benar gak nyaman. Hingga akhirnya, sosok itu memutuskan untuk kembali pulang ke Bandung. Meski akhirnya saat sampai rumah, mereka berdua tetap tidak bisa bertemu begitu saja.
Sang belahan jiwa tetap di kamar depan dengan kondisi yang lemah. Untunglah Mbah Dodon, nenek yang tinggal serumah dan tidur di kamar belakang, dalam keadaan sehat. Sosok itu pun tidur di ruang tamu. Tinggal serumah tetapi lucu saat berkomunikasi, kalau tidak berteriak ya hanya mengirim pesan atau video call lewat WA. Siang hari sosok itu tiba di rumah, maghribnya mendapatkan kabar bahwa hasil swab sang belahan jiwa keluar.
Setelah Itu Bagaimana? Isolasi Mandiri
Ya benar, positif. Keesokan harinya sosok itu masih tetap ke luar rumah karena masih ada acara di The Trans Luxury Hotel. Namun mengingat kondisi sang belahan jiwa yang seperti itu sejak seminggu yang lalu, dia pun beraktivitas dengan berusaha menjaga jarak, memakai masker, dan menghindari foto-foto bersama. Bicara seperlunya. Menjelang siang, sang belahan jiwa naik taksi online ke rumah sakit sambil membawa sang nenek.
Siang harinya sosok itu juga langsung memohon izin untuk meninggalkan acara, langsung menuju RS Muhammadiyah Bandung. Sang belahan jiwa akhirnya diputuskan harus dirawat karena selain gejala sesak dan hilang rasa, saturasi oksigennya rendah. Saturasi oksigen adalah konsentrasi oksigen yang bisa diangkut oleh darah dan angka normalnya adalah 95% ke atas. Sampai di rumah sakit, sosok itu hanya bisa memandangnya dari balik kaca.
Namun hal terpenting dalam hidup mereka berdua adalah Mbah Dodon, nenek sang belahan jiwa yang tinggal serumah. Beliau harus dijaga dan tugas itu harus diambil alih olehnya. Sosok itu pun menemani sang nenek untuk menjalani swab. Memang, jika salah seorang anggota keluarga dinyatakan positif Covid-19 maka otomatis semua keluarga yang tinggal serumah atau berhubungan langsung harus diswab.
Oya, perlu dicatat bahwa swab mandiri itu diperiksa oleh Laboratorium RSHS dan harus bayar Rp900.000 dan hasilnya bisa keluar pada hari itu juga atau hari berikutnya. Sedangkan swab labkes sifatnya tidak berbayar karena biasanya ada anggota keluarga yang positif tetapi hasilnya bisa empat atau lima hari. Jadi, kalau dalam tulisan ini disebutkan swab mandiri dan swab labkes, perbedaannya sudah disebutkan ya.
Swab itu, baik diambil sampel lendirnya di rongga hidung atau tenggorokan tetap tidak enak. Kalau yang sensitif bisa langsung batuk atau bersin. Untuk beberapa kasus, seperti yang dialami sang belahan jiwa dan sosok itu, ada rasa sakitnya. Semua itu bergantung pada teknik nakes yang mengambilnya. Beres swab, dia menyempatkan diri untuk melihat kondisi istrinya yang diisolasi di IGD karena belum mendapatkan kamar.
Komunikasi yang lucu, karena kalau agak berteriak khawatir mengganggu pasien atau perawat yang ada di belakang. Tapi kalau hanya berbicara ya kadang tidak terdengar atau tidak paham apa yang dibicarakan. Akhirnya sesekali mereka berdua berbincang melalui WA hehehe, sambil sesekali memandang. Mereka juga saling memotret. Lucu tapi sedih. Melihat dengan kepala sendiri kondisi sang belahan jiwa yang tinggal di kamar tertutup.
Hanya dibatasi kaca. Melihat lengannya yang diinfus sebagai nutrisi, cairan agar tubuh tidak dehidrasi, atau sebagai jalan suntikan. Melihat hidungnya yang sudah harus menggunakan selang oksigen agar saturasi oksigen dalam darahnya kembali normal. Kata-katanya di WA adalah, "Pengen tidur, tapi susah. Pake oksigen enakeun, dada aku agak lega tapi masih agak sesek. Gak sesek pisan. Aku ngerasanya biasa aja. Makan gak bisa banyak, paling dicicil."
Ya Allah.
Sosok itu gak bisa apa-apa. Hanya memandang, menguatkannya dengan memberi senyuman atau obrolan jenaka. Hingga akhirnya dia harus pamit pulang. Kasihan sang nenek yang sudah terlalu menunggu di kursi roda. Inilah babak kehidupan dimulainya isolasi mandiri. Sebagai orang yang tinggal di lingkungan komplek perumahan, dia pun segera mengabari Pak RT tentang kondisi keluarganya. Awalnya pasti kaget, dan biarkan saja proses berjalan.
Beritanya pun langsung tersebar ke WAG RT. Alhamdulillah tanggapan para tetangga begitu baik dan bahkan memberi dukungan. Aktivitas sosok itu hanya sebatas pagar rumah, tidak boleh lebih. Malamnya para tetangga mengirimkan beberapa bahan makanan, baik mentah maupun matang. Keesokan harinya juga begitu. Sosok itu sungguh bersyukur dikaruniai tetangga yang baik dan saroleh. Sang belahan jiwa juga dikirimi makanan dari kawan-kawannya.
Tiga hari kemudian hasil swab Mbah Dodon keluar, yaitu positif. Keesokan harinya hasil swab sosok itu juga keluar, yaitu positif. Sudah dapat ditebak dan untungnya antisipasi isolasi mandiri sudah dilakukan. "Abi jangan khawatir sama aku, baik-baik aja aku mah. Insya Allah cepet sehat," ujar sang belahan jiwa lewat WA. "Tetep aja khawatir, biasa manjah," jawab sosok itu. "Tapi asa ada yang kurang. Di rumah, kalo gak bisa tidur, enaknya dipeluk abi."
Obrolan yang akhirnya menjadi keseharian mereka berdua. Kalau tidak lewat WA, obrolan bisa dilakukan dengan melalui video call. Tapi kalau pakai cara kedua, sang belahan jiwa tidak banyak berbicara, mungkin rasa sesaknya. Jadi ya sosok itu harus lebih banyak bicara. Obrolan masih seputar para tetangga, makanan apa yang dikirim atau dimakan, dan tentu saja kondisi atau tingkah laku sang nenek yang lucu pisan bagi mereka berdua.
Dua hari kemudian sosok itu kembali melakukan swab mandiri untuk meyakini dirinya yang merasa biasa-biasa saja. Pada hari yang sama, sang belahan jiwa juga melakukan swab labkes karena sudah merasa lebih baik. Hanya saja selang oksigen tidak boleh dilepas. Pernah ada kejadian pasien lain yang tiba-tiba saja melepas selang oksigennya, berjalan keliling tempat tidur lalu duduk di kursi dan diam tak bergerak. Hingga akhirnya pasien tersebut dinyatakan meninggal dunia.
Itulah gejala 'happy hipoksia' alias kurangnya oksigen di dalam darah tetapi pasien merasa biasa-biasa saja. Perawat yang selalu memonitor kondisi sang belahan jiwa lewat CCTV pernah berlari ke kamarnya hanya karena beliau melepas selang oksigen. Akhirnya menjadi pelajaran agar beliau harus mengenakan selang oksigennya meski merasa baik-baik saja. Boleh melepas selang oksigen kalau perawat sudah mengatakan boleh.
Matahari yang Kembali Tersenyum
Satu hal yang dirasakan oleh sosok itu selama menjalani isolasi mandiri adalah bosan. Gabut. Bingung mau ngapain. Paginya bisa menjemur tubuh di halaman rumah bersama sang nenek. Kalau sudah kepanasan, masuk kembali ke dalam rumah. Bebersih rumah sudah beberapa kali dilakukan sampai bosan. Mau bekerja tetap saja tidak bisa karena pikiran yang kemana-mana. Akhirnya hanya menonton TV, YouTube, film, atau kembali berbaring di kasur.
Selebihnya ya kembali menghubungi sang belahan jiwa lewat WA atau video call. Ingin sekali rasanya mengabarkan pada dunia maya bahwa dia adalah pasien positif Covid-19. Tetapi tidak dilakukannya. Buat apa? Toh sudah cukup mengabarkannya pada beberapa saudara atau kawan-kawannya saja. Ini bukan berita yang enak untuk disebar. Jangankan orang lain, bisa jadi nanti ada saudara atau tetangga yang parno.
Alhamdulillah setiap harinya ada makanan yang selalu dikirim ke rumah, baik oleh tetangga maupun oleh saudara. Kalau bosan dengan makanan yang dikirim, sosok itu mencoba memesan lewat grabfood atau gofood (tetapi terbilang jarang). Suplemen tradisional atau modern terus dikonsumsinya. Madu, propolis, vitamin, habattussauda, jahe, minyak kayu putih, kelapa muda, susu boost imun, dan seterusnya. Selalu berusaha berpikir positif agar tetap sehat dan tidak jatuh sakit.
Sesekali, ada waktu untuk menyerah. Hanya bisa berbaring dan males ngapa-ngapain. Apa yang terjadi jika seandainya ... ah, pikiran buruk selalu berusaha menyerang. Dia pun mengingat anak-anaknya yang sedang menuntut ilmu di pesantren. Mereka tidak perlu tahu apa yang terjadi pada kedua orangtuanya. Lalu semangat itu muncul kembali, harus sehat. Jika sosok itu bisa menyerah, bagaimana dengan sang belahan jiwa?
Maka lagi-lagi dia segera menghubunginya. "Mbah Don ngeluh dadanya sakit," ujar sosok itu. "Aduhh. Suruh berjemur, Bi. Kasih kursi. Di deket pager. 15 menitan mah. Bikin air perasan lemon. Pake air anget kasih madu," ujar sang belahan jiwa. "Iya. Mbah Don lagi mandi, abi baru beres nyapu dan nyuci." Lalu katanya, "Abi sing sehat banyak yang dikerjain." Duh, malah sosok itu yang dikuatin semangatnya hahaha.
Awal-awal sang belahan jiwa masuk rumah sakit, selalu ada cobaannya. Uang yang dipegang tidak banyak, tetapi banyak yang harus dibeli untuk perbekalan di rumah. Belum tagihan dari pesantren dan lain-lainnya. Namun rezeki dari Sang Maha selalu datang pada hamba-Nya yang sabar. Meski terbilang telat, gajinya datang di saat yang tepat. Alhamdulillah. "Bi, liat sunset-nya indah banget. Sunset apa sunrise ya? Aku lihat dari kamar," ujar sang belahan jiwa pagi-pagi. "Sunrise atuh."
"Abii ... aku biasanya kalau hari Jumat suka kasih uang. Jumat berkah. Kalo bisa, tolong transferin ya." Lagi-lagi sang belahan jiwa mengetuk pintu bahagia. "Abi jangan dulu jumatan ya." Atau lain waktu, "Abiii, bayarin jajanan anak-anak tuh." Lain waktu lagi, "Bi, jangan lupa besok kirim t-shirt, celana, dan kerudung jeblus item. Enakan tangan panjang. Ini aku dipantau kamera. Nggak bebas."
"Bi ... kalo mau nasgor, mie tektek, atau kwetiaw pesen aja ke Pa Ega. Enak loh," lanjutnya lagi. Pak Ega adalah tetangga mereka di komplek. Alhamdulillah pernah pesan dan memang enak. Juara pisan, bisi nanti ada yang mau pesen hehehe. Cilok kacangnya juga maknyus. Sudah ah ngomongin makanannya, lanjut lagi pada cerita swab mandiri. Ini dilakukan karena sebelumnya ada dokter dan dua rekan kerja sang belahan jiwa yang dinyatakan positif Covid-19.
Tentang ini, sang belahan jiwa sampai nge-WA, "Aku ga bisa mikir bener, Bi. Alhamdulillah temen-temen di Radiologi gak nyalahin aku. Ada dua dokter yang kena, Bi." Namun seorang dokter dan seorang rekan kerjanya kemudian minta di-swab mandiri untuk memperkuat diagnosa, karena sama sekal tidak kontak dengan beliau, dan alhamdulillah hasilnya negatif. Wallahu'alam. Nah, atas dasar itulah sosok itu dan sang nenek juga minta untuk di-swab mandiri.
Keesokan harinya hasil sang nenek ternyata juga negatif, namun hasil sosok itu tetap positif. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, sang nenek langsung diungsikan ke rumah kakak di Margaluyu. Ada saudara yang langsung menjemput dan mengantarkannya. Pada hari yang sama, sang belahan jiwa juga makin pulih keadaannya, dan sore harinya sudah diperbolehkan pulang, dan harus menjalankan isolasi mandiri.
Sampai di rumah, sosok itu tetap tidur di kamar depan sedangkan istrinya tidur di kamar belakang. Mereka berdua harus menjaga jarak demi kebaikan bersama. Dapat dibayangkan betapa gemesnya sepasang kekasih yang tinggal satu rumah tetapi tidak bisa bersentuhan atau berdekatan sekalipun. Masker selalu dipakai layaknya orang asing. Inilah tidak enaknya kalau sudah terkena virus menyebalkan meski merasa sehat.
Hari berikutnya, hasil swab sang belahan jiwa keluar dan rupanya negatif. Wow! Untunglah mereka sudah berpisah ruangan, jadi tidak ada masalah. Tadinya beliau mau ikut mengungsi ke rumah kakaknya di Margaluyu namun tidak jadi. Rasanya tidak enak harus berjauhan dengan sosok itu. Prikitiw lah. Hari Kamis atau keesokan harinya lagi, sosok itu kembali ke rumah sakit untuk memeriksa saturasi oksigennya karena hasil Ct swab keduanya masih rendah.
Namanya juga berjaga-jaga. Alhamulillah ternyata hasilnya bagus, yaitu 97%. Tidak ada masalah dengan oksigen di dalam darahnya. Perasaan yang biasa-biasanya itu makin menguat dan memberikannya semangat yang luar biasa. Dokter pun menyarankan agar tetap isolasi mandiri. Kalau sudah 14 hari dari swab pertama, artinya virus yang ada makin melemah dan nantinya akan hilang dengan sendirinya. Ini berdasarkan aturan WHO.
Namun sosok itu ingin memastikan diri. Dia pun berniat akan melakukan swab mandiri seminggu setelah swab keduanya. Sang belahan jiwa dirawat di rumah sakit selama tujuh hari, lalu dilanjutkan isolasi mandiri di rumah selama empat hari. Sebelum dirawat, beliau pun sudah menjalankan isolasi mandiri selama beberapa hari. Pada hari kelima, beliau harus kembali bekerja di RS Muhammadiyah Bandung sebagai seorang radiografer.
Hari pertama sang belahan jiwa bekerja, pulangnya terlihat sekali kondisi tubuhnya yang lemas. "Capek banget, Bi," katanya mengeluh. Lalu meluncurlah keluhan-keluhan lainnya bahwa tubuhnya sudah tidak seperti sedia kala. Mudah sesak. Pokoknya merasa tidak enak badan. Sosok itu sendiri setelah istrinya bekerja, keesokan harinya kembali melakukan swab mandiri. Namun hasilnya tidak secepat yang diharapkan.
Hari-harinya penuh dengan harap dan cemas. Istri bekerja dan pulang, tapi tidak bisa berdekatan atau bahkan disentuh. Total sekira sebulan lebih mereka berdua tidak saling menyentuh. Ternyata pemeriksaan swab di RSHS mengalami kenaikan yang signifikan. Angka positif Covid-19 di Bandung meningkat tajam. Hasil swabnya pun baru keluar dua hari kemudian. Sosok itu hanya berpesan pada sang belahan jiwa, tolong beri kejutan.
Siang menjelang sore, sosok itu lagi-lagi dalam kondisi yang mager. Males untuk berbuat apa-apa. Kegiatannya hanya membaca berita di hape di atas kasur. Hingga kemudian ... istrinya langsung berlari ke kamar, lalu memeluknya erat. Menciuminya beberapa kali lalu menyandarkan kepalanya di dada. Sang belahan jiwa menangis, sementara sosok itu hanya bisa menciumi kepalanya lalu mengelus-elus rambutnya.
Allah. Allah. Allah. Hasil swabnya negatif.
Covid-19, Virus dengan Seribu Wajah
Virus adalah organisme yang berukuran sangat kecil (20 nm-300 nm) dan memiliki molekul asam nukleat, DNA atau RNA yang terbungkus dalam lapisan pelindung protein (kapsid). Setelah virus memasuki sel atau jaringan tubuh makhluk hidup, proses pergerakannya akan menganggu metabolisme atau bahkan merusak sel atau jaringan sehingga menyebabkan suatu penyakit.
Ciri-ciri virus secara umum adalah hanya dapat hidup dan memperbanyak diri di dalam sel hidup organisme lain. Virus memerlukan asam nukleat untuk bereproduksi yang didapatnya dari makhluk hidup yang dimasukinya. Ia dapat dikristalkan tetapi virus masih memiliki sifat patogen apabila diinfeksi ke organisme hidup. Dan ketahuilah bahwa ukuran virus itu lebih kecil daripada bakteri.
Covid-19 adalah virus yang menyebabkan penyakit seribu wajah. Apa maksudnya? Ini karena gejala-gejala yang ditimbulkannya dapat menyerupai penyakit-penyakit lain. Meski mulanya disebut sebagai penyakit pernapasan, gejala yang muncul dari virus ini bukan hanya pilek, sesak napas, dan pneumonia. Tetapi juga menyerupai gejala penyakit lain seperti mencret, muntah-muntah, mati rasa, cegukan, ruam kulit, mata merah, hingga gejala yang menyerupai stroke dan kehilangan kesadaran karena adanya gangguan pada otak.
Munculnya banyak gejala itu karena reseptor Covid-19 tidak hanya terdapat pada saluran pernapasan, tetapi juga pada saluran pencernaan, saluran mata, saluran pada kulit, hingga otak. Oleh sebab itu, pemeriksaan yang tepat dan akurat menjadi kunci untuk mendiagnosis penyakit yang telah menginfeksi jutaan manusia ini. Itulah mengapa perlunya pemeriksaan PCR untuk memastikan (penyakit) itu karena Covid-19 atau tidak. Atau yang lagi ramai dibicarakan sekarang, yaitu swab antigen.
Infeksi Covid-19 juga bisa memicu pembekuan darah di seluruh tubuh. Penyebabnya adalah antibodi autoimun yang beredar di dalam darah yang menyerang sel dan memicu pembekuan di arteri, vena, dan pembuluh mikroskopis. Reaksi autoimun tersebut menyebabkan sistem imun menyerang tubuh sendiri seperti merusak sel darah putih. Penggumpalan darah akibat sistem imun yang over reaktif ini bisa menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Meski kecil, kasus pembekuan darah ini bisa dikurangi dengan aktivitas atau olahraga teratur, pola makan sehat, dan menjaga berat badan ideal. Sebagai contoh, saat melakukan perjalanan darat, disarankan untuk memastikan asupan cairan tubuh, mengenakan kaus kaki kompresi, dan sebisa mungkin melakukan jalan kaki agar tidak terjadi pembekuan darah. Bayangkan kalau pembekuan darah ini terjadi di otak atau di jantung.
Pada cerita sebelumnya juga dijelaskan tentang angka Ct dari hasil swab. Ct adalah Cycle tracehold dimana makin tinggi nilainya, virus yang terdeteksi makin sedikit. Jika Ct masih rendah berarti jumlah virus masih banyak. Biasanya batas Ct itu berbeda-beda untuk tiap alat, tapi pada umumnya sekitar 40, di atas 35 dianggap virus sudah tidak menginfeksi. Pada swab kedua, angka Ct dari sosok itu adalah 27. Itulah mengapa dia ingin dicek saturasi oksigennya.
Pentingnya 3M dan Menjaga Imun
Empat hari sepulang dari rumah sakit, sang belahan jiwa harus kembali kerja sebagai tenaga radiografer. Tidak tanggung-tanggung, beliau bahkan langsung dinas malam selama dua hari berturut-turut. Lelah? Sudah pasti. Jenuh? Apalagi. Pengajuan cutinya pun ditolak. Alasannya sederhana dan harusnya menjadi bahan pemikiran kita semua. Sudah tidak ada lagi nakes yang tersedia. Beberapa sudah tumbang karena positif Covid-19.
Tumbang di sini maksudnya tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya. Memang benar ada nakes yang meninggal karena Covid-19, tetapi jauh lebih banyak lagi nakes yang dinyatakan positif kemudian harus menjalani isolasi mandiri di rumah atau tempat seperti hotel tertentu yang ditunjuk, atau memang harus dirawat di rumah sakit karena kondisinya memprihatinkan. Bagi nakes yang sudah negatif covid dan merasa sehat, tentu harus masuk kerja kembali.
Sang belahan jiwa saat ini masih merasa sakit kepala dan tubuh yang pegal-pegal. Hal itu selalu diutarakannya saat di rumah. Propolis terus dikonsumsi, begitu pula dengan buah-buahan dan vitamin. Seorang dokter yang juga rekan kerjanya berkata, "Virus ini ganas. Kemungkinan bisa menyerang kembali pada orang yang sudah sembuh sekalipun." Wallahu'alam. Daripada kena dua kali, lebih baik menghindarinya dengan menerapkan prokes.
Benar. Kondisi kesehatan seorang penyintas Covid-19 itu sudah berbeda dengan sebelum terjangkit virus tersebut, meski hal ini berbeda-beda kondisinya pada tiap orang. Sosok itu masih merasa biasa saja tetapi tidak dengan sang belahan jiwa. Beliau mudah cepat lelah dan juga kondisi yang sudah diceritakan di atas. Jadi kawan, tetap terapkan 3M sebisa-bisanya, termasuk pada keluarga yang berbeda rumah.
Semoga pelajaran sosok itu dan sang belahan jiwa selama isolasi mandiri dan perawatan di rumah sakit menjadi pelajaran bagi yang membaca kisah ini. Total sang belahan jiwa menjalani isolasi mandiri dan perawatan adalah sekira 15 (lima belas) hari. Begitu pula dengan sosok itu. Asli, tidak enak terus-terusan di rumah. Dia harus kehilangan shalat Jumat dua kali. Belum pengeluaran dana swab mandiri sebanyak 4x (empat kali). Hitung sendiri, deh.[]
"Lebih baik gak nyaman pakai masker daripada nanti merasakan ketidaknyaman saat menjalani isolasi mandiri atau amit-amit harus dirawat di rumah sakit." ~ Bang Aswi
30 Comments
Semoga semua pulih dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa ya, dan biasanya yang udah merasakan langsung pasti lebih waspada lagi supaya tak tertular.. dan yang lain juga semoga bisa lebih menjaga imun tubuh dan taat sama prokes saat berada diluar
ReplyDeleteAmiiin. Alhamdulillah kami berdua sudah beraktivitas seperti biasa dan sudah bekerja kembali. Iya, kita makin hati-hati.
DeleteAlhamdulillah. Semoga pandemi segera berakhir. Sehat selalu bang dan keluarga🙏🏼
ReplyDeleteAmiiin. Sehat-sehat juga buat Syalia dan keluarga....
DeleteAlhamdulillah. Sehat-sehat Bang Aswi dan istri.Ceritanya sangat lengkap dan bisa kami jadikan pelajaran.
ReplyDeleteAlhamdulillah kami sudah sehat dan beraktivitas kembali. Semoga bermanfaat ya cerita ini ^_^
DeleteAlhamdulillah, semuanya sudah negatif ya Bang hasilnya. Duh beneran deh kita harus selalu waspada. Lakukan 3M dengan disiplin. Bang Aswi yang rajin olahraga dan Umi yang selalu ketat jaga prokes aja bisa kena. Bismillah, semoga kita semua sehat-sehat selalu ya. Aamiin ya rabbal alamin.
ReplyDeleteIya, fokus saja pada diri sendiri dan keluarga yang serumah. Kalaupun terpaksa harus keluar rumah, jaga prokes dan langsung cepat pulang. Amiiin ^_^
DeleteWaah beneran yah Si Covid ini semakin dekat saja. Saya pun mengalaminya juga, walau bukan keluarga. Keseruan dan kekagetannya. Semoga semuanya sehat ya dan virusnya cukup sekali saja singgahnya. Tak lagi hinggap di tubuh banyak orang.
ReplyDeleteIya, hanya sekali saja singgahnya. Amiiin. Sehat semuanya deh sehingga bisa beraktivitas kembali ke masa normal alias bisa rame-rame hehehe
DeleteSemoga bisa segera pulih dan kembali beraktifitas ya, Bang
ReplyDeletealhamdulillah sudah pulih kembali, hatur nuhun....
DeleteYa Allah, Bang Aswi dan Ummi maaf baru tahu, InsyaAllah makin sehat. Kalian berdua hebat udah bisa melewatinya.
ReplyDeleteIya, gak papa. Alhamdulillah sudah pulih kembali, kok ^_^
DeleteSemoga lekas pulih ya kang dan sehat-sehat terus beserta keluarga
ReplyDeleteNah..ini yg menjadi kecemasan, orang tanpa gejala, karena tanda2 dasarnya hanya seperti flu atau masuk angin biasa. Dan jujur saja Aku sering ngalamin itu
Alhamdulillah sudah pulih. Intinya jaga imun dan iman hehehe ^_^
DeleteAlhamdulillah udh sehat. Sehat terus ya Bang dan istri. Beneran Covid19 itu nyata, ga boleh abay sama sekali. Makasih sharingnya...
ReplyDeleteHarus terus waspada....
DeleteSemoga Sehat selalu sosok itu dan keluarga.memang Masa pandemi ini banyak yg kena. Semoga covid-19 bisa segera bisa ditanggulangi, supaya bisa hidup normal seperti dulu
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah sehat dan semoga selalu sehat, begitu pula dengan Kang Aip
DeleteIkut terharu baca ceritanya, Bang. Selama ikutan IW, padahal aku lihat Bang Aswi selalu olahraga dan kayaknya sehat bugar terus. Berarti nih virus nggak peduli menyerang siapa saja ya. Yang sudah olahraga, sehat banget, dan taat protokol kesehatan aja tetap bisa kena. Makanya, kita masih harus tetap waspada, nggak boleh lengah.
ReplyDeleteIya, dan menyerangnya ketika kondisi tubuh kita sedang tidak fit
DeleteHiks semoga kita semua sehat terus aamiin.
ReplyDeleteTerimakasih bang ceritanya bikin terharu.
Jadi inget sahabatku jg lagi kena covid, tanpa gejala udah 1 bulan isolasi mandiri, tiap swab ct nya rendah trus sampe skrg hiks :(
semoga kawannya sekarang sudah sehat walafiat ya
DeletePara Nakes emang rentan banget ya sama Covid. Kemarin tempat Papa saya Hemodialisa, perawatnya juga banyak yang sempat positif Covid. Semoga sehat terus Bang Aswi & Ummi. Terima kasih sudah berbagi cerita.
ReplyDeletesama-sama, teh shanty
DeleteAlhamdulillah sudah dinyatakan negatif ya bang. Keluarga saya juga penyintas Covid 19 sempat opname dan sekarang juga dinyatakan negatif. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan. Aamiin
ReplyDeletealhamdulillah, semoga selalu sehat semuanya
DeleteAlhamdulillah sudah negatif, akhir November lalu saudaraku meninggal karena covid Kang dan belum lama adek sepupu juga kena nih huhu semoga kita semua sehat selalu ya.
ReplyDeletejaga kesehatan dan jangan lengah, turut berduka cita ya, teh
Delete