Memaknai Utang

Memaknai Utang | Gali Lobang Tutup Lobang | Bang Aswi

Tak ada yang lebih menyedihkan dan menyakitkan selain mempunyai utang. Saat ini, rasanya sulit mencari sosok yang tidak mempunyai utang. Hampir semuanya berutang. Begitupun dengan sosok itu. Dan ia hanya bisa menghela napas.

Sosok itu mencoba mengingat. Ia telah berani berutang sejak mahasiswa. Sejak ia merasa nyaman dengan kiriman dari orang tua. Lalu berlanjut menjelang pernikahan. Mas kawin pun harus lewat jalan utang. Dan utang terbesarnya adalah saat ia berani mengambil sebuah rumah. Ini pun masih dianggapnya sebagai keberkahan.

Apabila disikapi dengan bijak, utang bisa bermanfaat. Sebaliknya, bisa jadi bencana. Mempelajari perencanaan-perencanaan utang sama pentingnya dengan usaha untuk menutupinya. Istilah gali-tutup lobang dalam berutang, harus dienyahkan. Meskipun sulit. Camkan: bahwa sesulit-sulitnya soal ujian, selalu ada jawaban pasti.

Sosok itu menyadari untuk tak berpikir tentang banyaknya utang. Ia telah menanamkan pada dirinya sendiri, untuk terus berusaha. Berusaha mendapatkan penghasilan. Bukan usaha mendapatkan utangan. Utang dijadikannya pemicu untuk bekerja lebih baik lagi. Kebutuhan selalu naik, sosok itu tak bisa membatasinya. Untuk itulah ia harus meningkatkan penghasilan, bukan membatasi kebutuhan.

Inilah komitmen untuk berhasil. Komitmen untuk terbebas dari utang-utang. Dan komitmen untuk membebaskan banyak orang dari kenyamanan berutang. Jika berutang saja sudah begitu mendilemakan, bagaimana dengan orang-orang yang berutang pada rentenir atau pinjol? Nau’dzubillah.[]

Post a Comment

0 Comments