Mencari Mahkota untuk Dua Malaikat

Wisuda Pesantren Al-Furqon Muhammadiyah

Azan subuh berkumandang. Seorang gadis yang tertidur nyenyak merasa terganggu, lalu terbangun karena suara berat dari seorang laki laki, abinya.

"Dik ... cepet bangun, solat Subuh terus mandi. Hari ini, kan, Adik mau testing pondok.”
“Iya, iya … berisik,” kata gadis itu hanya bergerak sedikit.
"Ehh ... cepet bangun, atau Abi kelitikin, nih."

Mendengar kata tersebut, gadis itu sontak terbangun dan langsung berjalan pelan menuju kamar mandi untuk berwudhu dan menunaikan solat Subuh seorang diri. Setelah solat, ia pun langsung mandi. Selepas mandi, ia menuju ke meja makan dan bergabung dengan keluarganya untuk sarapan.

"Bener ini aku harus mondok?" gadis itu bertanya sambil memasukkan nasi ke mulutnya.
"Kan, Adik yang mau. Dari kemaren ditanya, katanya mau,” kali ini umminya yang bersuara.
"Yah, kan, tapi.... Ya udah deh, coba dulu. Siapa tau gak lulus."

Selesai sarapan, gadis itu beranjak ke kamarnya untuk bersiap-siap. Tak lama kemudian suara berat abinya memenuhi rumah kecil mereka. "Dik cepet! Sodara-sodara kamu udah nunggu, nih. Jangan lama-lama, takutnya terlalu siang. Nanti kena macet."

"Iyaaa," ucap gadis itu.

Mereka pun berangkat menggunakan mobil. Perjalanan dari Bandung ke Singaparna memakan waktu lama. Sepanjang perjalanan, gadis itu tertidur lelap. Sementara yang lain menikmati perjalanan.

Empat jam kemudian mobil langsung masuk ke area lapangan Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon Singaparna. Organisasi pondok pesantren atau OPPAF mengarahkan calon santri baru untuk menuju ke lapangan untuk melaksanakan upacara pembukaan. Selesai upacara, para santri diarahkan ke kelas masing-masing untuk melaksanakan tes tulis.

Akhirnya, serangkaian tes telah dilaksanakan oleh para calon santri baru.

"Gimana, Dik, tadi tesnya?" tanya Ummi kepada anak gadisnya.
"Yah gitu, deh, ada mudahnya ada susahnya, tapi aku tadi ngerjainnya ngasal," jawab gadis itu memamerkan giginya.
"Ih, kenapa harus ngasal?" tanya Ummi heran.
"Soalnya aku gak mau masuk sini, Mi. Biar gak lulus, jadi ngasal heheh." Tampangnya dipasang polos.
Ummi menarik napas. "Ya udah, deh, terserah Adik aja, Hasilnya gimana Allah, toh."

Seminggu telah berlalu. Hasil kelulusan santri telah diumumkan. Jam sepuluh malam, seorang wanita dewasa sibuk menunduk melihat ke arah ponsel. Ada pengumumannya di sana, dan ia mencari nama anaknya. "Alhamdulillah. Adik, sini, Dik. Kamu lulus,” ujarnya setengah berteriak.

Bukannya senang, gadis itu malah termenung. "Yah, kenapa harus masuk?" Ummi memandang anaknya dan berbicara dengan tenang, "Mungkin ini takdir Allah, Nak. Coba dulu ya, Dik. Kan ada kakak di sana." Gadis itu pun mengganguk lemah.

Hari yang ditunggu Ummi dan Abi pun tiba, mengantarkan anak gadisnya ke pesantren. Semua barang-barang sang gadis sudah masuk ke dalam mobil. Setelah siap, mereka berangkat di pagi buta. Lagi-lagi ditemani oleh saudara-saudaranya yang selalu siap di setiap waktu. Di pondok Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, para pengurus OPPAF menyambut kedatangan para santri baru. Mereka turut membantu mengangkatkan barang ke asrama putri.

Di asrama putri, para ustadzah dengan hangat menyambut para santri baru. "Halo, siapa namanya?" tanya salah seorang ustadzah yang sedang duduk di teras asrama. "Nama saya Nindya," jawab gadis itu malu-malu." Ustadzah itu tersenyum, "Na'am. Nindya sudah siap masuk pesantren?" Gadis itu mengangguk, "Bismillah siap, Ustadzah."

Setelah berbincang-bincang sekadarnya, gadis itu pun dipersilakan masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai dua. Dalam perjalanan menuju kamarnya, gadis itu tak sengaja melihat tulisan besar yang terpampang di tembok. 'Apa yang kamu cari di Al-Furqon?' Gadis itu mengernyit, "Apa yang harus aku cari di Al-Furqon?" Sebuah pertanyan yang harus dicari jawabannya.

Seminggu telah berlalu. Abi dan Ummi tidak bersamanya lagi. Gadis itu sudah tinggal di asrama, mengikuti jejak kakaknya. Waktu berjalan sangat lambat dan membosankan. Dan ternyata gadis itu masih saja memikirkan tulisan di tembok tempo hari lalu.

"Heh, lagi ngapain? Ngelamun aja," sapa seorang anak perempuan manis bernama Azka.
"Ihh, Azka, ngagetin aja. Oh ya, kamu pernah lihat tulisan besar yang ada di tembok itu, belum?" tanya gadis itu menunjuk ke arah tembok di kejauhan.
"Yang mana?" tanya Azka bingung.
"Itu loh. Tulisannya, apa yang kamu cari di Al-Furqon?"
"Oh itu, tau lah. Emang kenapa?" tanya Azka antusias.
"Aku masih bingung apa yang harus aku cari di Al-Furqon, yah?"
Azka mengangguk. Mereka berdua lalu terdiam. Sama-sama berpikir. Sampai akhirnya bel untuk solat Ashar berbunyi. Mereka terkejut.
"Eh, jaros, tuh. Ke mushola, yuk," ajak Azka
"Ya udah, ayo. Mikirnya nanti aja pas solat. Siapa tau dapat jawabanya setelah selesai solat."

Solat Ashar berjamaah selesai. Seorang gadis celingukan di antara para jamaah. Setelah menemukan yang dicari, ia mendekat dan berbicara pelan, "Azka." Lalu menggandengnya mencari tempat sepi. "Apaan, sih?" tanya Azka.

"Aku sudah mendapatkan jawabannya," ujar gadis itu.
"Jawaban apa, sih?" tanya Azka.
"Itu, loh, yang kita obrolin tadi," lanjut gadis itu semangat.
"Oh, yang itu. Jadi jawabannya apaan?"
"Jadi, setelah solat tadi aku dapat ilham. Kayaknya aku akan mencari mahkota, deh."
"Hah?! Mahkota?!" Azka berteriak bingung.
"Iya, mahkota. Aku akan cari dua mahkota untuk Ummi dan Abi," jawab gadis itu senang.
"Bagaimana caranya?"

Gadis itu menghela napas agak panjang. "Bismillah ... dengan menghapalkan Al-Quran. Dengan cara seperti itu, insya Allah nanti di akhirat kelak aku akan membawakan dua mahkota yang indah untuk kedua orangtuaku."

Kini, enam tahun berlalu. Gadis itu dan Azka telah duduk di kelas akhir di Pondok Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon Singaparna. Kelas 6. Enam tahun mereka melewati banyak cobaan. Ujian demi ujian telah dilalui. Tidak hanya ujian pondok, tetapi juga ujian persahabatan. Enam tahun menimba ilmu di pondok tidaklah mudah. Banyak lika-liku kehidupan. Awalnya ia merasa tak mampu hidup di pesantren, tetapi Ummi dan Abi terus menguatkan. Meski awalnya terpaksa, rasa senang-sedih dan sukar-mudah hidup di pesantren pada akhirnya menjadi bagian dari cerita gadis itu.

Segala pengajaran dan pelajaran telah ia dapatkan dari pondok pesantren. Gadis itu, Nindya Rahmani, telah berhasil melewatinya. Tekad kuatnya untuk membawakan dua mahkota tidak boleh gagal. Dua mahkota yang akan dipersembahkannya untuk dua malaikatnya tercinta, Ummi dan Abi. Dua mahkota yang harus ia dapatkan dengan cara menghapalkan Al-Quran. Hapalan yang tidak akan pernah usai, hingga hari ini.[]

Disclaimer : Tulisan ini ditulis oleh Adik Anin dalam bentuk faksi dan dimuat di buku "Sepucuk Surat untuk Ayah dan Ibu" yang dikeluarkan oleh Pesantren Al-Furqon Muhammadiyah Singaparna.

Post a Comment

0 Comments