Menata Cahaya dan Menjaga Bumi di Bosscha

Kapan pertama kali kalian ke Peneropongan Bosscha? Atau ... jangan-jangan kalian belum pernah ke sana? Ya, inilah tempat bersejarah karena untuk pertama kalinya Indonesia memiliki teleskop refraktor ganda Zeiss berdiameter 60 cm, yang pada masanya termasuk teleskop paling canggih di belahan bumi selatan. Semua itu bermula saat Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda) merencanakan pendirian sebuah observatorium permanen di Lembang pada 1923.

Lokasi ini dipilih karena memiliki udara sejuk, langit relatif cerah, serta jauh dari polusi cahaya. Sungguh beruntung proyek ini mendapatkan dukungan penuh dari Karel Albert Rudolf Bosscha yang mendanainya, sehingga namanya diabadikan. Tempat ini kemudian diresmikan dengan nama Observatorium Bosscha yang pada 1951 diserahkan pengelolaannya kepada Institut Teknologi Bandung (ITB). Tempat ini sempat terkenal saat film 'Petualangan Sherina' tayang di bioskop.

Alhamdulillah sosok itu sudah dua kali mendatangi Observatorium Bosscha. Kebetulan yang terakhir kali pas menjelang Open House 2025 sebagai puncak rangkaian program diseminasi sains Observatorium Bosscha yang didukung oleh Program In-Saintek Kemdiktisaintek. Acara ini dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WRAM) ITB, Bupati Bandung Barat, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Jabar, Direktur Bina Talenta Saintek Kemdiktisaintek, dan Ketua Tim Peserta Didik SMA Kemendikdasmen.

Dalam kesempatan ini, ada prosesi penyerahan tudung lampu kepada perwakilan masyarakat setempat sebagai simbol komitmen bersama dalam upaya pengurangan polusi cahaya. Penyerahan tersebut diharapkan menjadi langkah awal penerapan tata kelola pencahayaan yang lebih baik, ramah lingkungan, dan selaras dengan kebutuhan penelitian astronomi. Langkah ini penting mengingat peningkatan polusi cahaya di wilayah Lembang mulai berdampak pada kualitas langit malam, yang menjadi prasyarat utama riset astronomi.

Prof. Irwan Meilano, WRAM ITB, menegaskan bahwa Observatorium Bosscha merupakan bagian penting dari ITB dan memiliki nilai sejarah serta ilmiah yang besar. “Observatorium Bosscha adalah aset nasional yang menghadapi tantangan serius. Kami melihat potensi berkembangnya wilayah sekitar, sehingga penting untuk meningkatkan awareness masyarakat dan pemerintah agar kawasan ini bisa berkembang sebagai pusat pendidikan sekaligus wisata,” jelasnya.

Menurutnya, pengetahuan sains akan terus berubah, namun esensi ilmu kemanusiaan tetap harus menjadi dasar dalam pengembangan kawasan Bosscha ke depan, termasuk potensi pengembangan konsep ‘wisata gelap’ (dark tourism) yang memanfaatkan minimnya polusi cahaya sebagai daya tarik ilmiah dan wisata. Open House tahun ini juga diramaikan oleh Festival STEAM, yang menghadirkan berbagai profesi terkait sains dan teknologi, termasuk kehadiran KIBA FSRD ITB yang menunjukkan peran desainer dan ilustrator dalam komunikasi sains.

Antena Teleskop VGOS 85 Ton Terpasang di Bosscha

Oya, apakah kawan-kawan tahu kalau Observatorium Bosscha itu sudah cukup lama ditutup untuk umum? Nah, salah satu penyebabnya adalah sedang ada renovasi besar-besaran, yaitu pembangunan fasilitas riset Teleskop Radio Very Long Baseline Interferometry (VLBI) Global Observing System atau VGOS. Inilah bentuk nyata komitmen ITB dalam mendorong kemajuan riset astronomi dan geodesi modern serta penguatan kontribusi Indonesia dalam jejaring ilmiah internasional.

Rabu (9/7/2025), dilaksanakan big lift atau proses pengangkatan dan pemasangan bagian utama antena teleskop seberat 85 ton dengan crane. Ini fase akhir dari struktur dalam proyek pembangunan sehingga ketinggian bangunan teleskop VGOS tersebut mencapai 19 meter. VGOS merupakan jaringan teleskop radio global yang beroperasi secara sinkron untuk mengamati sumber radio kosmik dengan presisi tinggi. Sistem ini memungkinkan pengukuran jarak antar titik di Bumi secara akurat.

Salah satu aplikasinya adalah memantau pergerakan benua, termasuk kecepatan dan perubahan jaraknya dalam jangka waktu tertentu. Selain dapat mengukur pegerakan titik-titik di permukaan bumi yang bergerak, teleskop ini dapat digunakan untuk membuat kerangka acuan dengan sangat akurat, standar waktu yang presisi, dan memantau potensi dari perubahan iklim. Semua ini terwujud atas kerja sama ITB dan Shanghai Astronomical Observatory (SHAO) – Chinese Academy of Sciences (CAS).

Ketua Tim Implementasi Pembangunan Teleskop Radio VGOS dan Rumah Teropong Kawasan Bosscha Lembang, Dr.rer.nat. Hesti Retno Tri Wulandari, S.Si., M.Si., mengatakan, pengangkatan disc antenna ini menandai puncak dari mewujudnya bangunan tower Teleskop Radio VGOS di Observatorium Bosscha. PIC kerja sama Pembangunan Teleskop Radio VGOS ITB dan SHAO, Prof. Taufiq Hidayat, Ph.D., menyampaikan, big lift ini merupakan tahapan yang sangat krusial.

VGOS di Bosscha akan menjadi representasi strategis di wilayah ekuator bujur timur—melengkapi jaringan teleskop dunia yang hingga kini masih didominasi belahan bumi utara. Posisi ini akan memperkuat baseline pengamatan global yang menghubungkan belahan utara dan selatan. Teleskop ini akan menyusul teleskop lainnya untuk saling terintegrasi yang sudah ada di Amerika Serikat, China, Jepang, Jerman, Spanyol, Swedia, Australia, Afrika Selatan, Norwegia, Finlandia, Thailand, Portugal, hingga Brazil.

Teleskop VGOS di Bosscha akan dilengkapi dengan receiver GNSS, stasiun cuaca, serta antena holometry, memungkinkan riset multidisiplin dari astronomi radio hingga dinamika lempeng tektonik. Sebagai bagian dari jejaring global IVS (International VLBI Service for Geodesy and Astrometry), ITB tengah memproses pendaftaran stasiun VGOS Bosscha ke International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa dengan nama “ITB Bosscha VLBI Station”.[]

Post a Comment

0 Comments