Pengalaman Makan Takoyaki di Jepang


Sebelumnya silakan dibaca lagi artikel Wisata Halal di Jepang ya. Di salah satu meja di Riverwalk Kitakyushu, sosok itu membaca tulisan Kanji, “Silakan pergunakan meja ini senyaman-nyamannya. Jangan terlalu lama karena masih ada orang yang antri. Jangan belajar di sini. Kalau tidak, akan kami tegur.”

Nah, salah satu makanan di Jepang, takoyaki, adalah favorit sosok itu. Paling tidak … untuk kategori makanan ringan. Di Indonesia, khususnya di sekitar gedung SD di manapun di Bandung, pasti selalu ada yang dagang takoyaki. Ya, takoyaki telah menjadi ikon akan jajanan anak SD zaman sekarang. Di Jepang sendiri ada Gindaco Takoyaki yang sudah begitu terkenal.

Akan tetapi, Gindaco ternyata tidak hanya ada di Jepang, tetapi juga sudah membuka cabang-cabangnya ke Korea, Cina, Taiwan, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Meski tempatnya kecil dan hanya menyediakan tempat duduk seadanya, tetapi pembelinya sangat ramai. Sosok itu tidak tahu ada berapa varian, yang pasti jumlahnya cenderung sama, kalau tidak 6 ya ada 8 dengan wadah berbentuk semacam perahu.

Dia lebih mempercayakan pada Kang Barkah (tour guide asli Indonesia) yang lebih paham bahasa Jepang dan mana menu yang halal, itu saja. Menurut beberapa warga Muslim yang tinggal di Jepang, Gindaco meski belum berlabel halal tetapi beberapa menunya sudah terjamin halal. Hanya saja pilihlah menu yang orisinil saja.

Dan Kang Barkah membeli takoyaki di Rakuichi Rakuza Hakozaki, semacam plaza modern yang sekilas adalah tempat permainan elektronik (seperti dingdong) guna membunuh waktu. Mereka berdua ke sana setelah latihan basket, malam hari. Di Rakuichi Rakuza juga ada permainan bowling dan beberapa minimarket yang menjual merchandise lucu.

Kalau mau ke sana, bisa naik kereta dan turun di Stasiun Bawah Tanah Hakozaki-kyo Odae, setelahnya tinggal jalan kaki deh selama 2 menitan. Ya, memang gak jauh juga dari Masjid Fukuoka. Bukan kebetulan kalau sosok itu juga menginap di apartemen Kang Barkah yang berada di sebelah plaza tersebut.

Menurut sosok itu yang sudah akrab dengan takoyaki karena anak-anaknya memang doyan dan sering banget membelinya di depan SD Karang Pawulang, rasa dari takoyaki yang dipesannya memang enak banget. Kulitnya lembut dan agak kenyal. Jajanan yang tidak mengenyangkan tapi membuat lidah ini puas karena rasa gurita di dalamnya dan rasa saosnya.

Paling tidak inilah makanan hiburan dari semua makanan asli laut yang harus disantap mentah-mentah. Ada perasaan bahagia saat dirinya bisa menemukan cemilan yang terbuat dari tepung terigu dan tentu saja saosnya. Selain di Rakuichi Rakuza, dia sempat kembali memakan takoyaki saat jalan-jalan dengan Pak Eko.

Tempat dan nama jalannya sendiri sudah lupa, tetapi lokasinya gak jauh dari Fukuoka Tower. Hal yang paling diingat saat belanja di toko tersebut adalah uang kertas 1.000 yen untuk pembayarannya. Pecahan ini bergambar seorang penulis Jepang bernama Natsume Soseki yang hidup pada zaman Meiji hingga Taisho. Penulis, lho.


Takoyaki merupakan salah satu ‘street food‘ yang terkenal di Jepang. Terbuat dari tepung terigu dan diberi isian. Cara menyantapnya dengan cara dicocol saus khusus. Konon, takoyaki pertama kali dibuat oleh Endo Tomekichi pada sekira tahun 1930-an. Aslinya dari kota Osaka, daerah Kansai, Pulau Honshu. ‘Tako’ berarti gurita dan ‘Yaki’ berarti goreng/panggang, sehingga menjadi gurita goreng.

Nah, gurita itulah yang menjadi isiannya. Kalau dari sejarahnya, semua itu bermula dari makanan bernama Choboyaki pada zaman Taisho. Bentuknya bulat dan di dalamnya berisi konnyaku (jeli khas Jepang). Makanan tersebut berkembang menjadi Rajoyaki dengan bentuk sama tapi sudah berisi daging. Jika dulu takoyaki disajikan dengan tusukan bambu per 3 buah (mirip sate), kini dengan wadah kertas berbentuk perahu.

Cara makannya menggunakan sumpit atau tusuk gigi. Takoyaki memiliki ciri khas berupa saos khusus dan ditambahkan mayonaise. Di atasnya lalu ditaburi potongan nori (rumput laut), katsoubushi (ikan kering yang diserut), dan daun bawang. Nah, katsoubushi inilah yang tampak seperti bawang goreng tipis dan kalau diperhatikan benar, bergerak dengan sendirinya. Seperti hidup.

Entahlah, mungkin karena faktor panas kali ya dari takoyakinya. Wallahu’alam. Eh, ada juga loh makanan lain yang mirip takoyaki, yaitu akashiyaki. Bedanya yang terakhir ini disuguhkan dengan menggunakan kuah, mirip sup. Hahaha … tiba-tiba sosok itu jadi teringat dengan makanan lokal Sunda yang penyajiannya mirip takoyaki, yaitu cilok.

Ada cilok yang aslinya memang dicolok tetapi ada juga cilok kuah yang biasa disebut bacil (baso cilok) atau baci (baso aci). Juara lah. Nah, untuk mengenang sejarah takoyaki, ada museumnya lho di Osaka yang dibangun pada 2013. Namanya Osaka Takoyaki Museum. Sudah pernah ke sana?[]

Post a Comment

0 Comments